Jual: Alat Pemadam Api Ringan (APAR), Tabung Pemadam

7 Free Lessons from the Teachers of The Secret

Monday, December 28, 2009

" Ucha "

Kecantikan, bagi siapapun di muka bumi ini selalu menarik. Menarik oleh karena hanya dimiliki oleh kaum wanita, sehingga kaum lelaki rela menghabiskan seluruh hidupnya demi memberi rasa kasih dan sayangnya kepada pemilik kecantikan ini. Kecantikan laksana bunga mawar yang memancarkan aroma harum disekelilingnya, hingga sarinyapun mampu menarik lebah untuk mereproduksinya menjadi madu yang manis.

Namun kecantikan juga laksana Area 51 di Gurun Nevada. Isinya tak seorangpun tahu dengan pasti karena ada substansi yang disembunyikan. Ia misterius. Karena itu, menarik untuk jadi lokus belajarku tientang estetika transendental.

Seperti hari itu dibulan Juni 2009 kuawali dengan ceria. Kupandangi langit biru yang cerah memancarkan kesejukan lewat celah-celah awan yang mengapung. Suara bising kendaraan diluar, meraung-raung samar di depan gedung megah itu sepanjang jalan. Sisa sisa optimisme masih menjalar dalam darah dan jiwaku disela-sela kepenatan bekerja. Angin berhembus kencang dilabrak laju kendaraanku, mengibaskan keteguhan hati untuk menemui seorang yang menarik perhatianku beberapa hari yang lalu. Ada keindahan jiwa disana yang membuatku harus mengamati langkah kaki, ungkapan hati dan gerak bibirnya.

Sesosok wanita anggun melirik pelan kearah pintu masuk kantor yang bersih dan sejuk. Memperhatikan Dua orang anak muda yang lincah dan agresif menyerbu istana karirnya seperti Robin hood mengambil jatah untuk kaumnya tanpa rasa bersalah.

"Ucha" sebutnya pelan. Kulihat keceriaan di wajah putih bersihnya. Disambutnya tamu dengan dua gelas Air Putih Dingin plus senyum manis ramah dari bibirnya. Wajah manisnya memancarkan aura kecantikan dan kulitnya yang putih bersih mengumbar kesejukan diruangan sempit itu, sesejuk temperatur pendingin ruangan tepat diatas rambut indah mengkilapnya.

Pesonanya membuat tamu yang datang, betah berlama-lama. Keramahannya menampakkan jiwa polos dan ketulusan yang melekat dihati. Makna kecantikannya tidak sama seperti melihat Donna Agnesia atau Diana Pungky yang terpampang dibagian atas blog-ku ini, hasil nge-google dalam pencarian kata kunci "cantik".

Ucha memiliki daya magis pesona kecantikan alami.

"Pa, tolong buatin aku email dong" bidadari ini baru saja turun dari langit rupanya. Ingin belajar internet di negeri antah berantah ini, tidak ingin juga disebut "Gaptek".

Makin hari aku makin mengenalnya. Mengenal jiwanya, mengenal kebiasaannya, mengenal kebaikannya yang selalu membelikanku rokok, dan mengetahui rumah dan "seisinya" ketika kami pindah kantor dan mengantarnya pulang, bahkan mengenal pacarnya dan kisah cintanya yang berlika-liku.



to be continued

Saturday, December 12, 2009

The Art of The Beauty

Aku duduk depan komputer mencoba mencari inspirasi untuk mengeluarkan kreativitas, mengingat apa yang baru saja kulewati hari ini. Tidak jelas sebenarnya apa yang kulakukan. Namun ada yang kunikmati dan kurisaukan.

Seharian aku bekerja seperti biasanya, tanpa arah, tanpa perintah namun tetap tersisa optimisme. Aku tidak juga bisa istirahat sehabis pulang kerja dan mengantar Umie, rekan kerja yang telah kuanggap Adik, walau belum semua orang bisa memahaminya bahkan mungkin Umie sendiri.

Keindahan dan Kecantikan selalu menarik untuk kuperhatikan. Inilah ciri khas banyak wanita yang jadi concern-ku untuk jadi Lokus belajarku.

Seperti biasanya, aku selalu tertarik dengan Keindahan dan Kecantikan. Maha karya Sang Pencipta, Sang Pemberi Bentuk, mengisi setiap relung hati dan pikiranku sejak awal masa remaja, sampai kini.

Rupanya Istriku ... Inilah Wanita Tercantik yang tiada bandingnya. Dasima namanya. Nama yang luar biasa Indah, seindah aura kecantikannya. Tak bosan-bosannya kumemandang wanita cantik ini yang telah menemaniku selama ini... apalagi saat memakai baju putih bergaris dan berlengan jingga kesukaanku. Engkau bercahaya ... laksana fajar menyapa jiwa-jiwa yang terlelap.

Sayang... inilah panggilan kesukaanku.

Ya Tuhan... tidak habis-habisnya Engkau memberiku Kasih dan Sayang-Mu... Ini hanyalah keajaiban biasa bagi-Mu, tidak sebanding dengan Sarah McLachlan menyanyikan dengan sepenuh hati "The Ordinary Miracle"-nya yang ia ungkapkan rasa ektase-nya pada-Mu.
Aku ingin melihat karya-Mu. Wanita Cantik ini kujadikan Lokus untuk belajar membedakan dan memahami hubungan emosional antara dua jiwa memiliki ikatan kekeluargaan hingga menjadi ikatan spiritual, melalui Lokus-Mu.
Aku membisu, lama... memikirkan karya-Mu ya Tuhanku. Aku Terpana, menyaksikan keindahan bentuk karya-Mu, wahai Sang Maha Pemberi Bentuk.
Engkau selalu hadir dihadapanku, mengabarkan makna, memberi isyarat, menemani khayalanku pada-Mu. Entah dimana Engkau, tapi aku menyaksiksikan Af'al, Asma dan Sifat-Mu. Namum Aku merindukan Zat-Mu, wahai yang Maha Kasih.

Hari ini sudah 12.362 hari kulewati usiaku. Tepatnya 33 tahun, 10 bulan, 5 hari.
Sudah seperti apakah wajahku ?, kulitku ?, mataku ?. Oh... semua telah direduksi oleh waktu.

Kemanakah istriku ?.Mengapa ia tidak lagi disampingku ? Tuhan... Apalagi yang harus kupelajari ?. Tidak habiskah Ilmu-Mu Engkau luapkan padaku ?
Ataukah semua ini masih akan berkembang menjadi lebih baik dan lebih indah ?. Tuhan... Engkau yang tahu.

Aku masih butuh pengembangan, masih butuh keindahan, masih ingin memuaskan rasa kagum akan kecantikan. Kecantikan Istriku, kecantikan Anakku, kecantikan Adikku, keluargaku, kecantikan wanita-wanita penyabar dan santun. Kecantikan dari dalam diri setiap wanita. Oh.. Inner Beauty yang kupelajari, ternyata hanya dari kaum wanita. Siapakah wanita ?. Aku hanya tahu ia dari tulang rusuk kaum Adam. Tapi mengapa ia begitu unik ?. Adakah rahasia terdalam dari kuatnya ia menahan emosi ?. Menahan apapun yang ia ingin muntahkan dari dasar relung hatinya, dari perih dan keceriaan, dari senang dan pahitnya perasaan, dari gejolak jiwa tulusnya, dari amarah yang terpendam menajam dilubuk hatinya. Dari kepolosan dan alami wajahnya.

Wahai Istriku... adik-adikku, anakku, saudara perempuanku.. jagalah rahasiamu.. ungkapkan selagi ia ingin membuka tabir keindahannya. Wangi harum semerbak bunga surga ada padamu. Tebarkan wewangian kepolosan, keindahan dan kecantikan keseluruh arahmu. Palingkan wajahmu dari laki-laki tak tahu sopan santun dan tata krama. Tundukkan kepalamu dihadapan Pengasih dan Penyayangmu.
Engkau adalah sayap-sayap malaikat yang mendekap memberi kasih sayang pada suami dan anak-anakmu.

Aku terpana melihatmu, kehabisan akal menganalisamu. Namum engkau selalu memberi kesejukan disaat sepi. Memancarkan aura kecantikan dalam hayalan dan realitas, disaat jiwa ini ingin memberontak pada kehampaan spiritual, lemahnya emosionalitas dan kurangnya cakrawala pengetahuan.

Aku terharu akan kesabaran dan ketabahanmu.
"Kita nikah udah sembilan (9) tahun ,uda punya anak tiga ,masa hidupx begini terus,ma2 uda cape menunggu&menunggu" suatu hari ungkap isi hatinya lewat SMS, tanpa kurubah ejaannya.
Istriku... Dunia yang gemerlap, accessories yang menggoda, semua memancing rahasiamu. Peradaban memanggilmu, ingin memelukmu. Tapi engkau tetap memilih mendekap di sayap malaikat dari dirimu.

Oh Istriku, Adikku... Rupanya inilah alasan mengapa Nabi mencintaimu.....selain wewangian dan .. 1 lagi yang kulupa....

Jakarta, 12-12-2009 | I Love You All - The Inner Beauty Lover


Monday, November 23, 2009

LIVE LONG LEARNING

BELAJAR SEPANJANG HAYAT

Aku ingin mencetuskan spirit pendidikan Live Long Learning bagi masyarakat dunia.
Aku ingin belajar dan terus belajar peningkatan pengetahuan, agar aku menjadi INSAN KAMIL, Pribadi Cerdas, Bijaksana dan Mulia.

Segala yang kita lakukan akan menentukan KWALITAS sebagai mahluk ciptaan. Bila tidak memperhatikan hal ini, kita akan dibelenggu oleh pikiran yang salah, cara pandang yang sempit & keliru serta sikap mental yang menyesatkan. Karena itu kita harus bertanggung jawab atas kwalitas pribadi kita.

Paradigma ini memberikan pandangan bahwa diri ini sebagai penciptaan yang harus belajar untuk menemukan tempat kembalinya, harus berupaya semaksimal mungkin mengenal dirinya sehingga ia mampu mengenal Tuhannya.

Proses Belajar Sepanjang Hidup

1. Penangkapan Obyek

Dalam mengarungi kehidupan ini , begitu banyak pilihan – pilihan yang kita kita tentukan . Pilihan – pilihan itu muncul sebagai konsekuensi adanya beragam informasi yang kita dapat. Dimulai dengan menyimak fenomena-fenonema kehidupan baik yang bersifat real maupun abstrak yang pada hakekatnya menjadi obyek-obyek pengetahuan dasar. Kita sebagai subyek dari fenomena kehidupan harus dapat bertindak proaktif menangkap obyek-obyek pengetahuan dengan mengoptimalkan panca indra, potensi psikologis, motorik & fisiologis yang disesuaikan dengan bidang-bidang kehidupan yang proposional.

2. Tahap Pengolahan

Setelah menangkap obyek-obyek dalam aspek kehidupan, kita harus mampu mengolahnya dengan segala potensi yang kita miliki yang menjadi pada sumber pengetahuan. Dengan cara ini dapat dihasilkan adanya produktifitas & kreatifitas pada tahap ini, konfigurasinya telah berbentuk dan dalam proses belajar secara akademik telah mampu menguraikan permasalahan.

3. Tahap Penyimpanan

Selanjutnya, dengan tahap pengetahuan kita mampu memberikan hasil yang harus disimpan agar dapat digunakan di kemudian hari dan akan mempengaruhi pengetahuan & pola diri pikir kita. Pada tahap ini , dalam proses mengenal diri, kita sedang bertafakur memikirkan langkah-langkah nyata mengaktualisasikan segala kelebihan & pengetahuan, menyimpannya sejenak untuk diluar mengkombinasikannya dengan modalitas-modalitas yang lain diluar aspek pengetahuan kita.

4. Tahap Repreduksi

Tahap ini, sangat relevan dengan kondisi kita saat ini. Dengan berbekal potensi yang terlacak, kecakapan yang tereksplorasi, pengalaman yang memberi pelajaran dan strategi-strategi yang menyakinkan, kita harus berkomitmen untuk melanjutkan proses hidup ini menuju aktualisasi integritas personel. Telah tiba waktunya nilai-nilai potensi diri diaktualisasikan, nilai-nilai pengorbanan dihargai, nilai-nilai kesabaran terjawab, nilai-nilai profesionalisme dipratekkan, nilai-nilai agama disosialisasikan kedalam diri & keluarga untuk membuat hari-hari berarti ( to make each day court ).

Beberapa metode dalam pencarian jati diri, salah satunya ialah dengan jalan pengoptimalkan panca indra serta potensi fisik dan mental

Tahap Awal Tahap Akhir
1. Membaca 6. Menilai
2. Mendengar 7. Meneliti
3. Melihat 8. Menulis
4. Merasakan 9. Mengajar
5. Berbicara 10. Menyebarluaskan

Sumber-sumber Belajar :

1. Buku-buku
2. Majalah
3. Radio
4. Televisi
5. Koran
6. Film
7. Guru
8. Kitab Suci
9. Pengalaman


Untuk lokus sebagai obyek penerapan dari metode ini :

1. Teman
2. Saudara
3. Organisasi
4. Alam
5. Tuhan

Selain itu terdapat aspek-aspek kehidupan bidang ketertarikan kita yang bersifat umum yaitu :

1. Teknologi
2. Sosial
3. Ekonomi
4. Kesehatan
5. Keamanan
6. Agama
7. Pendidikan
8. Budaya
9. Politik
10. Lingkungan
11. Hukum

Dengan memahami hal-hal tersebut diatas, kita akan mendapatkan kecerdasan :

IQ
1. Open Minded (Pikiran Terbuka)
2. Education Access (Akses Pendidikn)
3. Knowledge (Pengetahuan)
4. Technical Skill (Ketrampiln Tekhnik)
5. Experience (Pengalaman)
6. Career (Karir)
7. Management Skill (Keahlian Manajemen)
8. Communication Skill (Ketr Komunikasi)
9. Professionalism (Profesionalisme)

EQ
1. Kepercayaan Diri
2. Nilai Seni
3. Kebahagiaan
4. Kebijaksanaan
5. Kekuatan
6. Kebanggaan
7. Pengendalian Diri

SQ
1. Ahlak
2. Iman
3. Islam

Maka akan dicapai apa yang didambakan :

1. Wibawa
2. Kehormatan
3. Kekayaan
4. Kemuliaan
5. Kesuksesan

Satu hal yang membuatku sangat menikmati kehidupan ini adalah adanya sumber-sumber untuk mempelajari kehidupan ini. Begitu luar biasanya Allah menciptakan sistem bagi ciptaan-Nya. Pemahaman akan sumber-sumber ini membuatku begitu percaya diri bahwa MANUSIA TIDAK ADA YANG HARUS BODOH. Dengan segala potensi kecerdasannya seharusnya mampu menuju Tuhannya dengan perasaan berbunga-bunga, penuh kerinduan, syukur & khusuk. Begitu banyak sumber-sumber untuk mencapai kwalitas tertinggi. Allah tidak hanya membiarkan manusia dilemparkan begitu saja ke bumi. Bumi telah dihiasi dengan Rahman dan Rahim-Nya.

TEACHING

DOKTRIN

Aku ingat ketika Irvan, adik sepupuku datang dari Timor Timur. Ketika itu dimulailah episode “pengungkapan” konsep dasar kwalitas hidup aku yang telah mengalami sendiri hidup yang penuh dinamika belajar. Kujalani segalanya dengan penuh kesadaran dan antusiasme yang tinggi menyerap segala informasi dan strategi yang kubaca, lihat dan pikirkan kemudian diaplikasikan sesuai dengan tingkat ketertarikannya.
Pada dasarnya, kita saling memiliki hubungan yang unik dengan orang terdekat kita. Doktrin adalah salah satu solusi praktis bagaimana seharusnya bersikap dan bertindak mengiringi langkah kehidupan bagi orang terdekat kita agar tidak perlu belajar dalam waktu yang panjang seperti yang telah dilakukan orang tua kita sebelumnya. Telah banyak yang kudapat untuk diberikan kepada adik-adik tercinta sehingga pada gilirannya mereka tinggal menyerap nilai-nilai positif yang ada pada dan membuang jauh-jauh nilai nilai negatif.
Kesadaran akan adanya potensi yang mereka miliki, telah membuat keyakinan diri untuk “men-trigger/memancing” keluar apa yang mereka miliki. Dasar dari segalanya tidak lain adalah potensi tersembunyi yang ada pada mereka sendiri berupa IQ, EQ dan SQ yang menjadi konsep dasar kehidupan bagi orang-orang tertentu.
Aku sadari bahwa generasi sekarang ini adalah fresh graduated dan fully fresh brain sehingga dengan mudah mempelajari segala informasi yang diberikan untuk kemudian diaplikasikan. Asal sebanyak-banyaknya kekuatan informasi yang mereka peroleh baik dari pengajar maupun hasil kreatifitas dan pemikiran mereka sendiri. Dan terbukti ketika doktrin dasar itu terungkap, dengan serta merta mereka tercengang dengan koneksitas-koneksitas yang mereka pahami dari awal. Dan ketika mereka memperoleh kesempatan bekerja dan mendapatkan fasilitas untuk mempraktekkan segala pengetahuan dasar yang telah diberikan ditambah pengembangan-pengembangan yang telah mereka peroleh, dengan kesadaran dan ketercengangan mereka mampu menjadi pribadi yang dapat diandalkan.
Hari demi hari kian membuat mereka menyaksikan pembuktian-pembuktian akan konsep yang diberikan bahkan kini mereka bukan lagi “orang-orang udik” yang datang mengadu nasib tapi telah menjelma menjadi “pemain” yang smart. Bukan lagi menjadi orang yang menerima apa adanya (taken for granted) tapi telah jauh memiliki visi dan misi yang luar biasa dengan konsep-konsep pemikiran yang jauh kedepan.
Kini, seperti yang telah kutekankan, mereka telah mencapai tahap peningkatan yang sama seperti yang aku alami dan tibalah saatnya untuk melangkah bersama menyatukan visi dan kemampuan untuk membentuk suatu “tanda kesuksesan” sesuai tingkat kompetensi masing-masing. Ibarat bunga yang sedang mekar, mereka menyebar keharuman di lingkungan sekitarnya, mengabarkan kepada yang lain bahwa inilah hasil dari bibit yang ditanam dulu, mengungkapkan identitas dirinya, ingin melihat hasil dari dirinya sambil menetapkan langkah “reproduksi” menuju kesuksesan untuk kemudian kembali menjadi “tanah”.

LITTLE FAMILY

RUMAH TANGGA

Awalnya dengan bermodalkan sendok dan garpu dimulailah hidup bersama. Bagiku, telah tiba saatnya untuk benar-benar mencari segala potensi pikiran dan kemampuan yang ada. Dan oleh karena dengan dasar niat yang ikhlas, Allah memberi jalan dengan pekerjaan yang tidak sulit diperoleh, disamping telah adanya kelebihan dan pengalaman yang telah diperoleh sebelumnya menjadikan episode karir ini menjadi lebih mudah dan bermakna.

Fase hidup bersama pada awalnya sangat jauh dari realitas yang pernah aku dan istri alami. Namun dengan kekuatan kesadaran mental dan spiritual semua memang harus dibangun dari nol. Kepindahan tempat berteduh, kepincangan ekonomi dan bayang-bayang kesedihan mengguncang kondisi psikologis. Namun perlahan-lahan dengan bimbingan dari-Nya dan petunjuk orang tua sebelumnya serta komitmen bersama, sedikit demi sedikit persoalan hidup dapat diatasi ditambah dengan ketulusan orang tua angkat yang peduli akan keadaan semenjak masa kuliah.

Kehadiran seorang anak memang memberi arti tersendiri bagi kehidupan saya dan istri. Banyak hal yang harus diantisipasi sebagai tanggung jawab dan kewajiban, memberikan efek psikologis untuk lebih bekerja keras menyambut segala kebutuhannya. Karena itu, terasa lebih indah dikala semuanya telah benar-benar siap secara mental dan materil.
Kehadirannya pula membawa berkah tersendiri.

GET MARRIED

MENIKAH
Rasanya dunia berhenti sejenak memberi kesempatan pilihan bagiku yang telah tujuh tahun meninggalkan “janji tanpa kata” untuk menerima amanat Allah atau menolak keberkahan-Nya. Dan dengan sedikit pertimbangan semua “keharuan” bagi semua komponen keluarga sekaligus mengakhiri beban tanggung jawab orang tua terhadap dua insan yang telah cukup umur untuk mengakhiri masa remajanya hingga tibalah waktunya perjalanan mudik yang penuh dengan kontemplasi.
Ketika tiba di kampung halaman terlihat semuanya telah siap. Managemen tradisional alami spontan tercipta. Perhelatan sakralpun menjadi titik balik seluruh kehidupanku. Dan setelah tanggal 10 Juni 2000, disampingku telah hadir seorang istri yang sangat Cantik. Dengan kepolosan dan kecantikan alaminya, ketabahan yang luar biasa dan kecintaannya yang setia, selanjutnya mengiringi perjalanan hidup ini dengan harapan dan komitmen terwujudnya keluarga sakinah. Dengan segala rasa hormat dan tanggung jawabnya telah rela meninggalkan orang tua tercinta dan adik-adiknya serta identitas dan masa remajanya demi sebuah kehidupan baru bersama Aku di Jakarta, The City of Miracle.

“REFORMASI”

“REFORMASI”

Pasca gelombang demonstrasi besar-besaran yang dilakukan mahasiswa menuntut reformasi yang ditandai dengan jatuhnya rezim yang berkuasa, telah membuatku semakin bersemangat dalam status sebagai mahasiswa.
Tepatnya episode perjuangan reformasi yang melahirkan Tragedi Semanggi I dan II. Saat itu aku selalu turut berpartisipasi dan mengikuti perkembangan gelombang demonstrasi dari Penolakan Sidang Istimewa sampai beberapa tuntutan selanjutnya yang akhirnya juga menerima “konsekuensi fisik” dari tragedi dan bentrokan tersebut. Namun ini semua tidaklah berarti manakala dibandingkan dengan perkembangan pemikiranku yang mulai berorientasi kebangsaan. Dari sinilah aku dapat memahami persoalan politik negeri ini yang harus terus disikapi dan dicermati.
Memang, gelombang reformasi mampu merubah kondisi masyarakat kearah kebebasan berbicara & berekspresi namun masih jauh dari tujuan awal, hingga kini perjuangan itu belum membuahkan hasil yang konkrit bahkan konsekuensi perjuangan itu sendiri yang melahirkan tragedi tewasnya rekan mahasiswa saat itu, hingga kini belum ada titik terang penyelesaian kasusnya. Setiap tahun keluarga korban dan mahasiswa terus memperingati dan menuntut pemerintah agar dapat menyelediki pelaku yang diduga aparat keamanan, namun tampaknya hanya akan menjadi ritual tahunan semata.
Persoalan hukum memang menjadi masalah tersendiri di negeri ini.Ketika hukum dikaburkan, agenda besar reformasi total menjadi mandek. Inilah yang menjadi penghalang kemajuan bangsa, kemajuan masyarakat. Secara langsung, saya sangat merasakan kepedihan perjuangan reformasi. Darah yang mengucur, teriakan kesakitan dan semangat pantang mundur yang dikobarkan tidaklah harus berhenti sampai seperti sekarang ini. Sangatlah sia-sia jika harus berhenti hanya karena menghadapi politikus yang bermuka duia, yang memproduksi kode-kode ganda dalam ucapan dan tindak-tanduknya yang melahirkan ruang absurditas dalam politiknya hingga menciptakan berbagai bentuk kehampaan makna, pengaburan komunikasi dan degradasi moral. Namun biarlah untuk sementara waktu para politikus-politikus itu menikmati permainan monopoli kekuasaan. Akan tiba saatnya pergantian generasi yang diisi oleh individu-individu yang memiliki intergritas dan memiliki komitmen memisahkan teritorial hukum dan politik, sosialisasi demiliterisasi dan penegakan supermasi hukum dan kewibawaan good governance sehingga bagian dari proses reformasi dapat dituntaskan. Tidak mungkin harus tetap mengharapkan sesuatu yang tidak bisa diharapkan.
Aku menganggapnya bahwa periode ini adalah periode kelabu bagi wacana pemikiran reformasi dengan tetap mempertahankan visi dan misi kebangsaan sambil memperkuat diri menyatukan langkah menyongsong masa depan bangsa yang lebih menjanjikan bersama komponen bangsa yang lain. Pengorbanan tidaklah terbatas pada apa yang dipersepsikan orang lain. Idealisme tetap akan berdiri memperkuat pondasi jiwa-jiwa yang penuh sinergi, yang memahami makna perjuangan.
Ketika pola pikir telah sampai pada tahap ini dan semangat menjalankan bagian perkembangan reformasi yang sedang gairahnya serta peningkatan ranah pemikiran dan kemampuan telah dicapai , dinamika hidupku dihadapkan pada sebuah “kejutan”. Entah angin apa, diseberang sana telah melontarkan gagasan mulia untuk memberi “alternatif” bagi kehidupanku.

"IRONI SANG PEMIMPI"

Tak seorangpun kuungkapkan niatku untuk mengejar mimpiku. Aku memendam dalam-dalam keinginan ini selama 12 tahun sejak SD sampai SMEA. Aku terinspirasi oleh dua orang pamanku. Om Jahar yang sedang kuliah, telah men-trigger cakrawala berpikir dan nafsu belajarku. Selanjutnya Om Syarif yang duluan bekerja di Jakarta.

Diam-diam aku mengagumi mereka dalam fantasiku. Disela-sela kecerian bermain dan belajar, aku sering mengirimi mereka surat, sekedar untuk bertutur sapa sekaligus mengingatkan mereka bahwa masih ada anak muda kampung nelayan, keponakannya yang akan mengikuti jejak mereka.

Setelah menyelesaikan sekolah di SMEA Negeri Bima, keinginan yang telah lama kuimpikan  “eksodus” dari kampungku ini  tak tertahankan lagi. Dan harapan memuncak dalam benakku. Namun aku masih merahasiakannya.  Dan bagiku, penantian selama 2 bulan memikirkan cara keluar kampung menjadi saat-saat paling mendebarkan. Puncaknya ketika Om Mardin pamanku yang telah lama tinggal di Jakarta, bersilaturrahim ke kampung, menjadi moment istimewa bagiku. Titik kulminasi energi positif, terkumpulnya keinginan kuat mengambil peluang membebaskan diri dari lingkungan tradisional, kemudian menjelajah titik puncak kreativitas belajar.

Baru saja Om Mardin menginjakkan kakinya dan belum sempat duduk di rumahku, akupun melontarkan ungkapan yang tegas dan penuh semangat.
"Om, aku mau ikut Om ke Jakarta". bisikku disela-sela keramaian keluargaku menyambutnya. Mamaku kaget bukan kepalang. Tak menyangka aku berani punya niat seperti itu, ditambah Om-ku baru saja sampai.

Memang beliau merisaukan aku akan segera menyusul teman-temanku yang lain untuk pergi ke laut, menjadi nelayan. Sungguh tak sedikitpun terlintas dibenakku. Aku ngeri membayangkan kulit dan wajahku hitam terbakar sinar matahari, melayang-layang sampai muntah-muntah diterjang ombak, mengurusi Bagang ketika siang hari dan siap-siap bertenaga kuda sepanjang malam mengawasi ikan dan menggiling jaring. Sungguh tidak adil bagiku yang susah payah jalan kaki sejauh 5 km selama 3 tahun ketika pulang sekolah diwaktu SMP.

Aku tidak ingin bekerja seperti ayahku, seperti teman-teman kecilku. Dukungan penuh menyekolahkanku, ketrampilan seni musik dan pelajaran moral darinya rasanya cukup menjadi kado istimewa menghujam dilubuk hatiku. Jauh sebelum Ary Ginanjar Agustian mengumandangkan konsep IQ, EQ dan SQ beberapa tahun terakhir, ayahku telah mengajariku konsep ini puluhan tahun yang lalu sejak usiaku masih kecil sampai Gunung Sangiang meletus ditahun 1985. 

Masih dalam suasana perayaan ulang tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, aku menginjakkan kaki di Jakarta pada tanggal 18 Agustus 1994 dan memulai segalanya dari awal untuk kehidupan baru. Kehidupan yang jauh dari keramahan suasana kampung halaman, jauh dari mama, adik-adik, menuntutku untuk mampu beradaptasi, merubah pola pikir dan pembawaan mental. menjelajah wilayah baru seperti kaum nomaden. Dengan dibimbing oleh orang tua angkat yang kepeduliannya tidak diragukan lagi, sampailah aku menjadi bagian dari sistem ibukota.
Sesuai dengan target awal, mendapatkan Kartu Tanda Penduduk. Namun Musiman. Om-ku mengurusinya.
"Aneh sekali", batinku.
KTP-ku musiman, hanya untuk 1 tahun, sedangkan aku telah menetapkan niat dalam-dalam ingin hidup di Jakarta selamanya.

Dengan sedikit proses interview, kudapatkan pekerjaan pertama disebuah perusahaan Percetakan di Daerah Muara Karang, dekat dengan rumah Om-ku. 
"Anda akan saya tempatkan sebagai Operator Telepon" tegas Pak Muchtar, Bos pemilik perusahaan mengambil keputusan. "Karena Anda bisa Bahasa Inggris" tambahnya. Perasaanku tak terlukiskan. Namun ia lupa mengatakan, "karena Anda tinggal di Muara Angke, dekat dari sini", batinku. Karena selang sebulan, bukannya gaji pertama saja yang kuterima tapi sekaligus gaji terakhir di perusahaan ini.
Oleh karena masih terbawa mental kampung dan belum mengenal tehnik komunikasi yang baik, akibatnya fatal. Aku diberhentikan karena ada telepon pelanggan menanyakan salah satu karyawan bagian marketing dan kujawab "Tidak Ada". Polos tanpa berbohong. Namun sial, disaat bersamaan Pak Muchtar melintas disampingku baru saja beranjak dari kursi tinggi dan besarnya. Kenapa kujawab tidak ada ? karena kulihat Pak A Hong tidak ada ditempat duduknya.
Jadi, konflik batin pertama sekaligus pelajaran pertama ditempat kerja juga keanehan kedua bagiku di Jakarta adalah aturan jangan pernah berkata "tidak ada" walaupun orangnya tidak ada ditempat duduknya, sampaikan "sedang tidak di tempat" atau "sedang keluar kantor".

Hanya berselang beberapa saat, kumulai lagi dari awal mencari pekerjaan.  Kedua kalinya, aku mendapatkan pekerjaan di perusahaan kontraktor yang menjadi tempat perubahan pola pikir dan kesadaranku tentang dunia akademik dan bisnis. Namun proses mendapatkan pekerjaan ditempat ini menarik untuk kukenang.

Waktu itu, setelah "diberhentikan dengan tidak hormat", aku berkeliling melamar dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya. Hari itu rasanya capek sekali sampai "seragam" putih hitamku basah oleh keringat. Hari sudah sore. Aku berniat ingin pulang ke rumah om-ku dengan naik bus kota. Sepanjang jalan aku merenung dan sekali-sekali memperhatikan jalan. Pak Supir mengendarai busnya kencang sekali dan berhenti puluhan kali untuk menaik-turunkan penumpang. Sepertinya "Jam Sewa" dan "Setoran" sudah lebih merasuki otaknya daripada  keselamatan dan kenyamanan penumpang. Setelah sadar, bus kota yang kunaiki bukannya Patas P37 jurusan Blok M - Muara Angke, bus ini masuk pintu tol yang megah dan asing bagiku. Itu artinya tidak ke Muara Angke. Rupanya aku salah naik bus. Hampir saja aku nyasar ke  Tangerang atau bisa-bisa ke Merak di ujung pulau Jawa sana, karena setelah mendekat pintu tol tersebut kubaca "Pintu Tol Kebon Jeruk".

Aku kebingungan. Bukan hanya karena Gapura Tol ini begitu megah, ramai dan asing bagiku, namun juga lembaran yang kukasih ke kondektur tadi adalah lembaran terakhir dikantongku. Akhirnya akupun mencari tumpangan setelah menanyakan arah ke Muara Angke. Sekian lama aku  memperhatikan dan  menunggu kedatangan wajah-wajah supir truk yang ramah dan tersenyum di gerbang ini. Namun sulit diharapkan senyuman dari mereka ketika jalan sedang ramai-ramainya di sore begini atau mungkin sudah menjadi karakter mereka yang hidup dijalanan. Bagi Supir, survey lembaga internasional yang menyatakan Rakyat Indonesia menempati urutan pertama negara paling banyak tersenyum, tidak berlaku bagi mereka. Tidak akan terlihat senyuman kebanggan bangsa Indonesia yang  telah dicontohkan dengan gagah perkasa oleh salah satu pemimpin bangsa ini. Kebanyakan mereka tampil dengan gagah dan sangar seperti penampilan truk yang dikemudikannya, seakan ingin menerkam kendaraan lain. Namun aku bergumam "tidak mungkin tidak ada yang baik hati dan ramah diantara Supir Truk yang melintas ini". Seperti kuduga, akhirnya datang sebuah truk biru Cold Diesel Hino yang sudah Reot. Pengemudinya, dari jarak 20 meter tidak pernah memalingkan wajahnya dariku. Ia sepanjang jarak itu selalu tersenyum. Aku membatin, ini dia mahluk yang punya hati. Datanglah terus mendekat. Ia tetap tersenyum. Semakin ia mendekat, semakin kencang detuk jantungku, semakin deras mengalir seluruh darahku, mengumpulkan energi untuk membuka mulut. Disaat tepat didepan kasir Pintu Tol, aku yang dari tadi menutup mulut sedang ia tak pernah sekalipun menutup mulut, terus tersenyum hingga semakin dekat, semakin jelas garis-garis giginya yang tampak menguning, dengan kumis tebal tak teratur. ia dengan senyuman yang seakan memberi harapan supaya aku segera cepat-cepat bicara atau segera naik. Belum sempat kutanya, ia duluan yang tanya, mungkin takut di klakson mobil dibelakangnya.
"Mau kemana ?" sambutnya. "Muara Angke Pak" sahutku cepat. Iapun tak berpikir panjang.
"Ayo Naik" pintanya masih dengan senyum yang selalu menonjolkan gigi kuningnya.. Segera saja aku berlari ke pintu samping truk tuanya. Dan meluncur melewati jalan layang yang sangat tinggi yang sempat kukagumi beberapa waktu yang lalu saat pertama kali tiba di Jakarta. Kearah Muara Angke, niat awal ia ingin mengantarku. Namun setelah berbincang-bincang disepanjang jalan, ia membelokkan mobilnya.

"Disini, kamu kerja bantu-bantu karyawan" ujarnya sebelum memarkir kendaraan didepan sebuah kantor yang cukup besar dan tinggi, tanpa memperhatikan aku yang sejak tadi sepanjang jalan bergumam dengan rasa penasaran.

Bapak ini terlihat cukup baik dan seakan mengerti perasaanku. Maka, diperkenalkanlah aku kepada atasannya yang bernama Pak Eko yang awalnya, kuperhatikan selalu hilir mudik tapi besoknya selalu diam ditempat berbicara di telepon sepanjang hari tanpa berhenti tersenyum. Rupanya, ia bolak balik sambil tersenyum karena sudah saatnya pulang kerja. Penampilan bapak muda ini, sama seperti Pak Jamal, sang sopir baik hati tadi. Sama-sama berkumis namun usianya jauh lebih muda. Masih terlihat energik dan penuh semangat. Kesamaan yang kedua dengan Pak Jamal adalah sama-sama memiliki senyum yang tak henti. Saat duduk, saat jalan, saat berbincang selalu tersenyum. Dan bisa dipastikan, saat di toilet masih tersenyum, sendiri. Maka iapun tanpa prosedur rumit memintaku datang lagi esok pagi untuk mulai kerja. Cepat dan Kilat. Hanya satu pertanyaannya.
"Kamu asli mana ?", dengan cepat kujawab "Bima Pak". masih dengan senyum yang terus mengambang sambil menepuk bahuku, iapun pamit pulang kepada rekan kerja yang lain,  dan hari-hari selanjutnya aku disuguhi kebaikan dan keramahan serta senyuman Pak Eko ini selama 3 tahun aku bekerja membantunya.

Aku jadi berteman dekat dengan Antony, Mas Buang, Agus dan Dony. Oh.. Ini dia awalnya.
Nama yang terakhir ini adalah temanku yang sangat special.

 ==========@@@@@@@@@@@@@==========

Kopami yang kunaiki dari Muara Angke melaju dengan kecepatan sedang. Sang Kenek terlihat bolak balik mengawasi kendaraan yang sama dibelakangnya agar tidak tersalip. Matanya liar hilir mudik sibuk mencari penumpang dari arah depan sambil melirik ke belakang. Semakin lama, semakin mendekat. Ia lalu tancap gas bagaikan cecak yang ingin ditangkap didinding.
Tidak sulit aku menandai lokasi kantor tempat kerja keduaku ini. 
Gedung kantor ini berdiri megah ditengah komplek perkantoran. Ia tergabung dari dua unit Ruko yang telah direnovasi. Menjulang tinggi 4 lantai dan melebar. Disamping kanan kirinya berdiri Ruko biasa kantor lain yang kontras dengan arsitek kantor kami. Satu-satunya yang menyaingi kantor kami di komplek itu berdiri 1 gedung yang dibangun dari 3 unit Ruko yang telah direnovasi seperti kantor kami menjulang tinggi dan gagah persis didepan. Dan di hari pertama itu aku menandai lokasi kantorku dari jauh dengan patokan sebuah Apartemen Modern kelas atas yang terdiri dari 4 unit Tower yang gagah perkasa dengan masing-masing ketinggian 50 lantai.
Hari itu, aku datang pagi-pagi sekali sesuai arahan Pak Jamal. Inilah hari pertama yang mengesankan.
Dari jauh, aku menunggu pintu kantor dibuka sambil sesekali melirik. Tepat pukul 07.00 suara pagar besi yang berbentuk siku-siku itu menggema bagaikan mercon dalam pesta. Didepan pintu, berdiri seorang anak muda berambut ikal dan berbadan besar. Kulitnya hitam, matanya sipit. Ia mengenakan celana Levi's kumal dan berlutut sobek. Keanehan pertama dihari pertama di kantor baruku ini. Ia tidak tampak sama sekali sebagai orang kantor. Ia menggerak-gerakkan kedua tangannya kebelakang seperti orang sedang pemanasan olah raga. Sesaat kuperhatikan ia  mengambil sebuah barbel, mengangkat-angkat beberapa kali hingga menonjolkan kekekaran otot tangannya. Badannya  yang besar tidak menunjukkan sama sekali ia berbadan atletis. Ia terlihat olehku hanyalah seorang yang kelebihan berat badan karena nafsu makan yang tinggi tanpa punya beban pikiran karena bodoh dan malas.
Sorot matanya tajam. Namun bentuk wajahnya manis dan bersih walau hitam mengkilap. Sebuah wajah bersahabat. Akhirnya kuberanikan diri mendekat. Ia masih sibuk mengangkat barbelnya. Tak dihiraukan aku yang berdiri mematung canggung. Suasana masih sepi, karyawan lain belum juga ada yang datang. Sesaat kemudian ia melirikku dan mendekatiku.
"Mau melamar ?" aku tersentak sadar dari lamunan.
"Oh, nggak. Mau kerja" jawabku canggung.
"Udah diterima ? Kapan ?" tanyanya sekaligus.
"Kemarin sore" sahutku mulai berani.
"Wah, selamat" sambil menjulurkan tangannya tanda welcome padaku. Namun aku dibuat kaget lagi untuk kesekian kalinya karena ia menjabat tanganku dengan keras sekali sambil digerak-gerakkan dari atas kebawah berkali-kali. Rupanya anak ini mulai menyukaiku, atau memang ia agak sedikit aneh ?. Menyebut namanya saja dua kali.
"Kenalkan, Aku Doni.. Dooni" ujarnya memanjangkan dan mengeraskan intonasi suaranya. Tangannya keras menggenggam tangan kurusku. Kusebut dengan datar namaku sambil tersenyum.

Selang beberapa saat,.muncul lagi dari dalam seorang tinggi kurus berambut panjang dan berpakaian rapi. Aku tersentak kaget. Heran untuk kedua kalinya. Kok ada karyawan boleh pelihara gaya kuno rambut panjang seperti George Rudy dijamannya. Dan keanehan bertambah, kok yang datang kerja dari dalam kantor, bukannya dari luar kantor.

Ia ganteng, berkulit sawo matang dan ia terlihat seperti orang intelek, tidak seperti temannya yang berambut kribo tadi yang masih mengangkat barbel mengumbar otot-otot tangannya seperti selebriti dalam fitness center atau seperti atlet dalam gymnasium. Mereka saling menyapa, dan ketika menoleh kekanan, mereka sama-sama memperhatikanku.
Doni memperkenalkanku pada teman gondrongnya. "Kenalin, Ini namanya Anwar, Ton. Karyawan baru MAU" (MAU dibaca Em, A, U. Singkatan dari nama perusahaan di lantai 2).
Ia menyebut namanya Antony. berbasa basi denganku. Namun satu hal yang kuperhatikan, ganteng ganteng ia memiliki logat Jawa yang sangat kental. Dan setelah itu, aku berteman baik dengan keduanya.





Akhirnya aku memperoleh bekal yang cukup untuk berani menerima tantangan sehingga ketika “keluar” dari perusahaan ini aku telah menjadi pribadi yang “welcome” dan “open mind”, siap menerima cakrawala pengetahuan yang lebih luas dan menapaki dunia akademik yang menjadi tolak ukur kebangkitan kognitif.

Sunday, November 22, 2009

BELAJAR

BELAJAR

Dinamika hidup yang kulalui telah membawa pada pengalaman yang sangat mengesankan. Ceria bermain, sedih ditinggal ayah telah dilewati walau usia baru menginjak bangku SLTP. Disinilah saatnya melupakan keceriaan masa kecilku dan kepedihan yang baru dirasakan. Di sekolah negeri ini aku mulai memahami dan belajar hal-hal yang baru dan menguasai semua bahan yang dipelajari terutama mata pelajaran Bahasa Inggris yang membuat gairah sehingga selalu jadi bahan contekan bila diberikan PR dan guru sangat mengenalku. Sungguh asyiknya belajar Bahasa Inggris.
Sekolah lanjutan ini sangat memberikan banyak pengetahuan dan merupakan tempat untuk belajar maksimal.
Akhirnya hari hari dibangku SLTP dengan belajar dan terus belajar tanpa terasa membawa hasil yang memuaskan, predikat nomor dua terbaik berhasil diraih.Tidak percuma kerja keras melintasi jarak 5 km dengan naik kendaraan umum dan bahkan pulang sekolah dengan jalan kaki sejauh itu hanya untuk memperoleh pendidikan sehingga pada akhirnya diterima disekolah SMEA Negeri salah satu favorit dipusat kota yang jauh dari kampung halaman sehingga diharuskan untuk bertama kalinya berpisah dengan mama dan adik-adik untuk tinggal dirumah paman yang tidak jauh dari tempat sekolah di SMEA Negeri Bima.
Dibangku SMEA, kupelajari dan alami banyak hal, mulai dari akuntansi sampai stenografi, mulai dari Konsep komunikasi surat menyurat sampai manajemen perusahaan. Disini pula kudapat perasaan dikagumi wanita Cantik kekasihku bernama Nining sehingga betul-betul membuat bersemangat menjalani masa belajar, seni berkawan yang sejati, hari-hari indah kebersamaan di sekolah dan luar sekolah, kenangan indah saat camping dan menumbuhkan semangat kemandirian dengan belajar mendapatkan penghasilan tambahan yang membuat mama sedikit bebannya terkurang. Dan yang paling berkesan perasaan berbunga-bunga disaat disayangi kekasih.
Teman waktu kecilku   mencari nafkah dilaut dan bahkan ada yang tidak sampai menamatkan bangku Sekolah Lanjutan Atas. Oh.. generasi terpelajar hilang lagi...

DUKA

DUKA

Laut memang memberi arti bagi semua tapi dibalik keberkahannya laut juga membawa prahara. Masa kecil yang indah sebelumnya, dalam sekejab berubah menjadi duka yang mendalam yang tak akan pernah terlupakan. Ayahanda yang sangat kuhormati dan cintai telah pergi untuk selamanya bersama keganasan laut diseberang sana, entah dimana, sekeluarga tidak tahu yang kami tahu bahwa kami tidak akan pernah menemukan dan berjumpa lagi dengannya bahkan dengan kuburannya. Laut telah membawa semuanya, membawa duka, membawa ayah tercinta entah kemana dan hanya menyisakan kepedihan yang amat sangat kami rasakan. Sejujurnya kami sangat kehilangannya. Disaat aku masih membutuhkan kasih sayangnya, canda tawanya dan petikan gitar dengan musik dangdut “A. Rafik” dan “Rhoma Irama” kesukaannya, disaat kami masih menunggu arahan dan orientasinya terlebih terhadap adik-adikku, disaat aku benar-benar bangga memilikinya. Tapi sejak saat itu semuanya hilang bersama arus ombak yang meluluhlantakkan perahunya. Tiada lagi kini kebanggaan memiliki seorang ayah yang supel, energik dan disenangi semua orang. Terasa hidup hanya sampai saat itu, diwaktu aku belum benar-benar lepas dari masa kekanak-kanakan, disaat belum melewati fase pendidikan dasar. Tiada kata yang lebih diucapkan selain merelakan kepergiannya. Berhari-hari kami menunggu kabar baik yang mungkin masih memihak pada dirinya. Tapi waktu tak bisa diajak kompromi. Ayah tercinta tak mungkin bertahan ditengah lautan luas tanpa apa-apa. Keputusan telah diterima dengan berjuta-juta pertanyaan dan kepedihan. Kenyataannya sejak saat itu praktis kami semua telah kehilangan ayah tercinta. Kini Mama tercinta, adik Yunita, Erwin dan Sarwan hanya bisa merenungi nasib yang dialami. Terlebih Mama tetap tak bisa menerima kenyataan, kepedihan dihatinya tetap membekas dan sampai saat ini tetap setia menerima statusnya. Ketabahannya telah membuatku terinspirasi untuk membalas jasa-jasa dan ketabahannya. Tidak tergambarkan memang kedukaannya. Tapi seperti yang dikatakannya, “kita tidak boleh terus larut dalam duka, marilah kita membangun kebahagiaan bersama mengaruhi kehidupan dengan semangat sambil terus berdo’a kepada Allah agar senantiasa diberikan kekuatan dan rejeki serta mendo’akan agar ayah tercinta diterima disisi-Nya”.

RIWAYAT RINGKAS

MASA KECIL

Aku dilahirkan di sebuah kampung yang indah, dibatasi oleh gunung disebelah kiri kanannya, dibelakangnya terhampar area perkebunan dan didepannya laut biru yang menjadi tempat yang banyak menghasilkan keberkahan bagi seluruh penghuni kampung. Lautan luas yang menjadi daya tarik tersendiri bagi kalangan umum dari luar kampung termasuk kunjungan wisata bagi turis yang kadang datang ingin menikmati keindahan pantai yang mereka sebut “a fascinating seashore” (pantai yang mempesona).



Laut telah menjadi sejarah tersendiri bagiku dan keluarga. Aku menghabiskan sebagian besar masa kecil untuk menikmati keceriaan di laut dengan memancing ikan, mendayung sampan dan mengarungi laut yang indah dengan perahu motor. Itulah hari-hari yang penuh gairah, bersama teman seusia dengan tanpa rencana dan strategi, suasana kebersamaan mengalir untuk sekedar mencari ikan atau bermain, memuaskan naluri kekanak-kanakan yang mencoba menjalani rutinitas keceriaan dengan bercanda dan menikmati suasana laut karena hanya disinilah aku dan teman seusiaku bisa melewati fase hidup sambil belajar memahami anugerah Allah yang diberikan berupa ikan yang tidak pernah habis-habisnya walau dijaring dan ditangkap sebanyak-banyaknya semenjak jamannya kakek-kakek bahkan entah sejak adanya laut itu sendiri.

Aku akrab sekali dengan Irvan, Aco, Sahid, Rustan, Amir, Hadi, Ridwan, Friman, eh.. Firman, Yong dan Fi. Inilah teman sepermainan yang paling dekat, menemani masa kecilkuselama 15 tahun, di daerah Pantai yang bernama Lamere.

Walau diiringi dengan suasana keakraban yang bergairah, tuntutan belajar sekolah tetap menjadi rutinitas yang menggairahkan pula. Tanpa terasa hari-hari masa kecil menginjak usia yang semakin bertambah dan diiringi dengan dinamika masa sekolah dasar dari belajar membaca dan menulis, memahami dan menghafal materi yang diajarkan, diskors bapak guru yang berjasa hingga masalah cinta monyet yang membuat badan panas dingin.

Tibalah saatnya harus menamatkan Sekolah Dasar yang penuh kesan dengan nilai terbaik hingga tidak mengalami kesulitan diterima di Sekolah Lanjutan Pertama Negeri yang menjadi favourit semua siswa dan orang tua.
Tapi sebelum sekolah tingkat pertama kulalui, fase hidup masa kecil “dihiasi” dengan kabar buruk yang sangat mengejutkan, membuat bulu kudukku merinding. Di seberang sana…….

Adsense

Powered By Blogger
 
Changing LINKS